Selasa, 15 Maret 2011

Memercayai Pemerintah

PEMERINTAHAN yang kukuh dibangun di atas dasar kepercayaan rakyat. Tanpa itu, pemerintah menjadi bulan-bulanan, goyah, bahkan bisa ambruk.

Sulitkah mengajak rakyat memercayai pemerintah? Sebenarnya tanpa diminta pun rakyat menaruh hormat kepada pemerintah. Terlebih dalam masyarakat paternalisme. Lagi pula, dalam sistem demokrasi, hanya yang meraih suara terbanyak yang memimpin pemerintahan.

Dari sudut pandang itu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah bangunan kertas yang rapuh. Pemerintahan itu kuat karena dibangun di atas fondasi kepercayaan mayoritas rakyat yang paternalistis.

Pasangan SBY-Boediono meraih kepercayaan besar pada Pemilihan Presiden 2009. Mereka menghempaskan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto serta Jusuf Kalla-Wiranto dalam satu putaran dengan meraih kepercayaan 60,8% pemilih.

Artinya, SBY mengantongi modal kepercayaan awal yang kuat saat memulai pemerintahan periode kedua. Semestinya, kepercayaan itu terus menguat karena dipupuk kinerja pemerintahan yang meyakinkan.

Karena itu, kita miris saat mendengar Presiden Yudhoyono pada Zikir Akbar, Selasa (15/2), yang meminta umat memercayai pemerintah. Presiden mengakui ada yang sudah tercapai, tetapi sejumlah rintangan masih harus diatasi. Butuh dukungan rakyat untuk menuntaskannya.

Sejujurnya kita menangkap kesan Presiden mulai risau dengan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Presiden mulai menyadari terjadi erosi kepercayaan masyarakat.

Semestinya tanda-tanda erosi kepercayaan itu bisa disimak dari hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Apalagi Presiden sangat memercayai hasil survei.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia yang dipublikasikan September 2010 menyebutkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja SBY-Boediono terus turun selama satu tahun masa pemerintahan mereka.

Menurunnya tingkat kepercayaan itu direfleksikan pula oleh pernyataan para tokoh lintas agama mengenai kebohongan pemerintah. Bila pemerintah tidak juga mengatasi berbagai tindakan anarkistis yang marak akhir-akhir ini, tidak saja pemerintah, tetapi juga negara dinilai gagal.

Sesungguhnya publik telah letih menghadapi berbagai masalah yang tak kunjung tuntas. Setiap hari kita menabung masalah satu demi satu, mengendapkan, menumpuk, lalu seperti tersesat tak ada jalan keluar.

Namun, kita tetap optimistis. Optimistis karena pemerintah menyadari terjadi erosi kepercayaan. Kesadaran itu adalah modal untuk bangkit.

Masih ada waktu empat tahun di depan. Kurun yang cukup untuk meraih kembali kepercayaan publik. Bukan dengan pidato, karena retorika yang memikat bisa menjadi jerat. Juga bukan dengan pencitraan karena segera lekang dimakan fakta yang benderang.

Rakyat haus kinerja nyata. Pertama, hidup menjadi lebih baik dengan daya beli yang meningkat. Kedua, terciptanya ruang kepublikan yang sehat karena pemimpin tegas membongkar skandal Bank Century, tegar mengurai mafia pajak, dan tidak menoleransi tindakan brutal dan anarkistis.

Tanpa itu semua, suka atau tidak suka, kepercayaan rakyat akan merosot tajam.


Dikutip dari: Editorial Media Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar